Executive Director of Retail Measurement Services AC
Nielsen Indonesia, Yongki Susilo, mengatakan orang-orang Indonesia
bepergian ke mal bukan untuk berbelanja sebagai tujuan utama. "Orang
Indonesia itu ke mal hanya untuk bergaya, pakai baju dan perhiasan yang
bagus-bagus," ujarnya dalam Seminar dan Rapat Kerja Nasional Asosiasi
Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Kamis, 16 Januari 2014.
Ia
menjelaskan, keputusan para pengunjung untuk berbelanja di mal bukanlah
logika, melainkan emosi. Oleh karena itu, Yongki berpesan pada para
pengusaha retail untuk mengelola mal dengan mempertimbangkan faktor
emosi pengunjung. "Ajak tenant Anda untuk membangun emosi, jangan hanya
memasang produk," ucapnya.
Yongki
menuturkan, pengusaha retail dalam hal ini dituntut menciptakan
loyalitas agar pengunjung tidak berpindah ke mal lain. Loyalitas ini
dianggapnya mampu menjadi mesin pertumbuhan bisnis. Ia menjelaskan,
loyalitas ini tidak bisa sekedar dihadirkan melalui privilege card.
"Kartu loyalitas atau privilege card selama ini hanya berfungsi untuk
diskon, seharusnya bukan begitu," kata dia.
Yongki menyarankan
pengusaha retail menyasar konsumen melalui teknologi, termasuk online
shopping dan manajemen hubungan pelanggan atau customer relations
management. Untuk dapat bertumbuh, ia melanjutkan, setiap mal harus
kreatif dan mengetahui keinginan pelanggan.
Pengurus APPBI
menyatakan yang menjadi perhatian adalah pertumbuhan potensi belanja
pelanggan. "Jika daya beli masyarakat kuat, otomatis pengeluaran mereka
juga akan meningkat," kata Sekretaris Jenderal APPBI, Darwin A. Roni. Ia
menyebut saat ini di wilayah Jakarta ada sekitar 190 pusat perbelanjaan
termasuk mal. Ia
melanjutkan, dari seluruh jumlah tersebut, yang menjadi anggota APPBI
baru 75 mal. Darwin menuturkan, asosiasi itu memiliki total 250 anggota
di seluruh Indonesia. Ia pun menyebut potensi untuk membangun mal di
Jakarta masih ada.
"Karena di Jakarta Timur saja jumlah mal baru
15 persen dari total yang ada di Jakarta," ucapnya. Mayoritas mal
berlokasi di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, dengan masing-masing
porsi 30 persen. Namun, Darwin mengingatkan, pembangunan mal baru belum
bisa direalisasikan dengan cepat lantaran adanya moratorium dari
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sementara itu, Menteri Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu berharap ada lebih banyak ruang
publik yang disediakan oleh pusat perbelanjaan untuk kegiatan industri
kreatif. "Mulai dari pertunjukan sampai pameran produk kreatif," ujanya.
Ia
menuturkan, pemerintah pun memberi dukungan melalui program-program
kerjasama untuk mendorong kegiatan ekonomi kreatif di mal. Menurut dia,
mal menjadi tempat yang apik untuk menggelar acara seni pertunjukan,
musik, dan busana.
sumber: tempo.co
0 Komentar
- komentar -