BukaBerita - Perang internet (cyber war) yang gencar akhir-akhir ini menyangkut sepak terjang WikiLeaks telah membuat prihatin suatu lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Bagi PBB, isu WikiLeaks ini seharusnya diselesaikan melalui jalur hukum, bukan melalui perang internet yang merugikan banyak pihak.
Demikian ungkap Komisaris Tinggi PBB untuk urusan Hak Asasi Manusia (HAM) Navi Pillay di Jenewa, Swiss, Kamis 9 Desember 2010 waktu setempat. "Inilah apa yang disebut media sebagai perang internet. Situasi saat ini benar-benar menakjubkan," kata Pillay seperti dikutip kantor berita Associated Press.
Dia prihatin bahwa situasi yang menyangkut WikiLeaks telah menyebabkan baku serang antarperetas di dunia maya dan telah melibatkan sejumlah perusahaan terkemuka dalam layanan maupun aktivitas mereka di internet.
"Saya prihatin atas laporan mengenai tekanan pada sejumlah perusahaan swasta - di antaranya bank, perusahaan kartu kredit, dan penyedia layanan internet yang menutup aliran kredit bagi sumbangan untuk WikiLeaks sekaligus menghentikan layanan sistem [hosting] bagi laman itu," kata Pillay dalam jumpa pers.
Sejumlah perusahaan yang berbasis di AS memutuskan kerjasama dengan WikiLeaks. Mereka di antaranya Mastercard, Visa, Amazon.com, PayPal, dan Every DNS. Kebijakan mereka itu menghantam operasional WikiLeaks, yang telah membuat resah AS dan banyak negara karena mengungkap informasi sensitif sejak 28 November 2010. Bagi pemerintah AS, sepak terjang WikiLeaks itu dianggap sebagai pencurian data dan mempertaruhkan kepentingan banyak pihak.
Sebagai balasan, para peretas (hacker) yang menjadi simpatisan WikiLeaks dan pendirinya, Julian Assange, melakukan serangan balasan dengan mensabotase laman milik perusahaan-perusahaan itu.
Pillay mengatakan bahwa masalah WikiLeaks harus diselesaikan secara hukum, bukan dengan pemutusan kontrak secara sepihak maupun sabotase. "Bila WikiLeaks diketahui melakukan perbuatan yang ilegal, maka ini harus ditangani lewat sistem hukum, bukan melalui tekanan dan intimidasi yang melibatkan pihak-pihak ketiga," kata Pillay.
Demikian ungkap Komisaris Tinggi PBB untuk urusan Hak Asasi Manusia (HAM) Navi Pillay di Jenewa, Swiss, Kamis 9 Desember 2010 waktu setempat. "Inilah apa yang disebut media sebagai perang internet. Situasi saat ini benar-benar menakjubkan," kata Pillay seperti dikutip kantor berita Associated Press.
Dia prihatin bahwa situasi yang menyangkut WikiLeaks telah menyebabkan baku serang antarperetas di dunia maya dan telah melibatkan sejumlah perusahaan terkemuka dalam layanan maupun aktivitas mereka di internet.
"Saya prihatin atas laporan mengenai tekanan pada sejumlah perusahaan swasta - di antaranya bank, perusahaan kartu kredit, dan penyedia layanan internet yang menutup aliran kredit bagi sumbangan untuk WikiLeaks sekaligus menghentikan layanan sistem [hosting] bagi laman itu," kata Pillay dalam jumpa pers.
Sejumlah perusahaan yang berbasis di AS memutuskan kerjasama dengan WikiLeaks. Mereka di antaranya Mastercard, Visa, Amazon.com, PayPal, dan Every DNS. Kebijakan mereka itu menghantam operasional WikiLeaks, yang telah membuat resah AS dan banyak negara karena mengungkap informasi sensitif sejak 28 November 2010. Bagi pemerintah AS, sepak terjang WikiLeaks itu dianggap sebagai pencurian data dan mempertaruhkan kepentingan banyak pihak.
Sebagai balasan, para peretas (hacker) yang menjadi simpatisan WikiLeaks dan pendirinya, Julian Assange, melakukan serangan balasan dengan mensabotase laman milik perusahaan-perusahaan itu.
Pillay mengatakan bahwa masalah WikiLeaks harus diselesaikan secara hukum, bukan dengan pemutusan kontrak secara sepihak maupun sabotase. "Bila WikiLeaks diketahui melakukan perbuatan yang ilegal, maka ini harus ditangani lewat sistem hukum, bukan melalui tekanan dan intimidasi yang melibatkan pihak-pihak ketiga," kata Pillay.
sumber: vivanews
0 Komentar
- komentar -