BukaBerita.com (Nasional) ~ Reaksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menanggapi SMS fitnah yang beredar dinilai berlebihan. Sereaktif ketika menanggapi kasus WikiLeaks. Karena tanggapan SBY ini, kasus utama yang melibatkan kader Partai Demokrat (PD) M Nazaruddin jadi melebar.
"Menurut saya berlebihan (reaksi SBY). Pertama kalau mau dicari, gampang itu nomor Singapura, ketika digunakan SMS sudah ketahuan, mudah ya, kalau pun dibuang bisa dilacak ya itu," ujar dosen komunikasi politik Universitas Gajah Mada (UGM), Wisnu Martha Adiputra ketika dihubungi, Senin (30/5/2011).
Kedua, apa yang ditanggapi SBY itu masih rumor. Seharusnya, pemerintah menanggapi hal yang nyata-nyata saja, bukan sesuatu yang masih rumor.
"Kalau ditanggapi berlebihan malah nggak proporsional. Rumor itu ditanggapi biasa saja, jangan berlebihan," imbuhnya.
Menurut Wisnu, kalau pun pihak Istana atau pemerintah ingin menanggapi, imbuhnya, bukan SBY langsung yang angkat bicara. SBY bisa mendelegasikan tugas tersebut kepada stafnya, Menkominfo atau petinggi Partai Demokrat (PD).
Wisnu menilai reaksi SBY kali ini sama reaktifnya saat menanggapi bocoran kawat diplomatik yang dirilis WikiLeaks dan ditulis koran The Age dan Sydney Morning Herald. Cuma, saat kasus WikiLeaks sumbernya adalah media global yang cukup punya nama, namun kali ini adalah nomor yang belum diketahui. Tanggapan SBY kali ini, membuat kasus utama kader PD Nazaruddin menjadi melebar.
"Kemarin kan kasus utamanya Nazaruddin, sebenarnya itu sudah melokalisir perhatian masyarakat. Kemudian ada Presiden yang menanggapi SMS fitnah, dari sisi komunikasi politik akan membuka perhatian orang ke Presiden," jelasnya.
Dalam menghadapi masalah ini, SBY cukup memakai UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), membawan ke ranah pidana dan menyerahkannya ke polisi. Jika fitnah itu dimunculkan langsung oleh lawan politiknya, maka cukup berdiskusi secara tidak langsung melalui media.
"Presiden itu lembaga negara, untuk menanggapi dan menangkal hal ini tak harus bertemu langsung dan berdebat. Banyak lawan politik Presiden berpendapat, berdiskusi secara tidak langsung lewat media," jelasnya.
Presiden dan pemerintah pun tidak perlu khawatir mengenai gerakan social media seperti di Twitter atau Facebook.
"Kalau misalnya benar kayak Obama, social media itu bisa dimanage untuk kampanye. Kalau yang otoriter seperti di Mesir dan Libya, ya mereka (pemerintahnya) pasti khawatir. Kalau kita demokratis kenapa harus khawatir," jelasnya.
0 Komentar
- komentar -