BukaBerita, Jakarta ~ Tiga hari setelah diumumkannya kebijakan pelarangan penjualan bahan bakar minyak jenis Premium di stasiun pengisian bahan bakar umum di rest areajalur jalan tol banyak pengendara yang mengaku masih belum tahu. Ketidaktahuan mereka umumnya diluapkan dengan protes kepada petugas pengisi BBM.
Ferry, petugas pengisian bahan bakar di SPBU rest area Jalan Tol Tangerang-Merak Km 43, mengaku banyak menerima keluhan. "Masih banyak yang ngomel. Katanya, kok enggak dikasih tahu," ujar Ferry pada Tempo, Sabtu, 9 Agustus 2014. Padahal, tutur dia, informasi tentang kebijakan tersebut sudah ditempel di setiap tempat pengisian bahan bakar. Selain itu, spanduk pengumuman juga terlihat di beberapa sudut SPBU.
Hal yang sama juga ditutukan Dian, petugas lainnya. Keluhan yang datang kepadanya bermacam-macam, dari kurangnya informasi sampai menyalahkan pemerintah. "Ada yang menyalahkan Pak Jokowi. Ya saya bilang, ini masih pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Jokowi belum dilantik," katanya.
Roby Nuralamsyah, staf pengelola SPBU tersebut, menuturkan sosialisasi tentang pelarangan penjualan Premium sudah dilakukan, dari memasang papan pengumuman, menempel selebaran di mesin pengisian, menggunakan spanduk, hingga memberi tahu langsung. Roby sendiri tak mau menyalahkan pengendara. Sebab, SPBU tempatnya bekerja juga terkena dampak kebijakan tersebut. Bahkan pendapatan SPBU tersebut saat ini turun hingga 50 persen per harinya.
Mulai 6 Agustus 2014, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) melarang SPBU di rest area jalur jalan tol menjual BBM bersubsidi. Aturan ini, menurut Andi, untuk menekan volume penggunaan BBM bersubsidi yang terus membengkak.
Andre, warga yang biasanya menggunakan BBM bersubsidi, mengatakan upaya pemerintah tersebut terlalu mendadak. Seharusnya, jauh hari sebelum ada pelarangan, ada sosialisasi lebih banyak. Menurut dia, sosialisasi soal ini tak seperti saat konversi BBM menjadi elpiji. Selain itu, dia menilai apa yang dilakukan pemerintah kurang tepat karena mengorbankan kepentingan rakyat. "Dan saya duga ini ada semacam penyelewengan."
Buka Berita Lainnya:
0 Komentar
- komentar -